Bakso
merupakan makanan yang merakyat, namun pengetahuan masyarakat mengenai bakso
yang aman dan baik untuk dikonsumsi masih kurang. Buktinya, bakso yang mengandung
bahan kimia berbahaya masih banyak beredar dan tetap dikonsumsi. Penggunaan bahan
kimia akan memberikan efek samping yang sangat merugikan terhadap
kesehatan.
Bahan kimia dapat
digunakan untuk membuat pekerjaan
manusia menjadi lebih efektif dan efisien. Dalam kehidupan sehari-hari salah
satu kegunaan bahan kimia adalah sebagai bahan pengawet pada makanan. Bahan pengawet merupakan bahan kimia yang berfungsi
untuk menghambat kerusakan makanan baik yang disebabkan oleh mikroba pembusuk,
bakteri, ragi maupun jamur dengan cara menghambat, mencegah, menghentikan,
proses pembusukan fermentasi dari bahan makanan (W. Norman 1988).
Salah
satu bahan pengawet yang sering digunakan dalam industri makanan saat ini
adalah boraks. Boraks sering sekali ditemukan dalam makanan seperti mie basah, lontong, ketupat, tahu,
bakso, sosis, bahkan dalam pembuatan kecap. Pada penggunaan
sehari-hari, boraks adalah bahan kimia
yang digunakan sebagai pengawet kayu, antiseptik kayu, dan pengontrol kecoa. Zat kimia ini merupakan bahan
beracun dan bahan berbahaya bagi manusia sehingga sangat dilarang digunakan
sebagai bahan baku makanan.
·
Apakah
yang disebut dengan boraks?
·
Apakah
faktor pendorong pedagang menggunakan boraks pada bakso?
·
Bagaimana
mengetahui suatu bakso mengandung bahan pengawet boraks?
·
Apakah
akibat dari penggunaan boraks secara berlebihan pada bakso?
·
Apakah
bahan pengawet yang tepat untuk pengganti boraks pada bakso?
·
Mengetahui cara mengidentifikasi
bakso yang mengandung boraks.
·
Mengetahui dampak
penggunaan boraks pada bakso.
·
Mengetahui penyebab
penggunaan boraks pada bakso.
·
Mengetahui bahan
pengawet yang aman sebagai pengganti boraks
3.1
pengertian Bakso
Menurut Usmiati, bakso
adalah jenis makanan yang sangat populer, sering ditemui mulai dari restoran
hingga pedagang keliling. Popularitas bakso pernah merosot lantaran isu
penggunaan boraks dan formalin untuk mengawetkan bakso. Bakso dapat dibuat dari
berbagai jenis daging, seperti daging sapi, kerbau atau kelinci dan istilah bakso tersebut
diikuti dengan nama jenis dagingnya. Bakso
dibuat dari campuran daging yang
jumlahnya tidak kurang dari 50% dan pati atau
tepung serealia, serta
bahan tambahan makanan yang diizinkan. Umumnya bakso berbentuk bulat. Namun
saat ini bentuk bakso makin bervariasi,
begitu pula dengan
rasanya. Bakso biasanya disajikan bersama mie
atau bihun, sayuran, dan kuah.
Komponen
daging yang terpenting dalam bakso adalah protein. Protein daging dalam bakso
berperan dalam pengikatan hancuran daging selama pemasakan dan pengemulsi lemak
sehingga produk menjadi empuk, kompak dan kenyal. Bahan pengisi dalam pembuatan
bakso adalah tepung pati, misalnya tepung tapioka atau tepung pati aren. Bahan
pengisi mempunyai kandungan karbohidrat yang tinggi, namun proteinnya rendah.
Bahan tersebut tidak dapat mengemulsi lemak tetapi memiliki kemampuan dalam
mengikat air.
Bakso
kadang dibuat dengan menambahkan bahan kimia berbahaya seperti boraks dan
formalin agar lebih awet. Cara tersebut tidak dibenarkan karena boraks dan formalin merupakan bahan kimia yang membahayakan
kesehatan. Badan POM secara rutin mengawasi pangan yang beredar di Indonesia
untuk memastikan apakah pangan tersebut memenuhi syarat. Dari hasil analisis sampel
yang dikirimkan oleh beberapa laboratorium Balai POM antara Februari 2001
hingga Mei 2003, dapat disimpulkan bahwa masih ada pangan olahan yang
menggunakan bahan kimia berbahaya, seperti rhodamin
B,boraks, dan formalin.
Boraks
disalahgunakan untuk pangan dengan tujuan memperbaiki warna, tekstur dan rasa. Boraks bersifat
sangat beracun, sehingga peraturan pangan tidak membolehkan boraks untuk
digunakan dalam pangan. Boraks (Na2B4O7.10H2O)
dan asam borat (H3BO3) digunakan untuk deterjen,
mengurangi kesadahan, dan antiseptik lemah. Ketika asam borat masuk ke dalam
tubuh, dapat menyebabkan mual, muntah, diare, sakit perut, penyakit kulit,
kerusakan ginjal, kegagalan sistem sirkulasi akut, dan bahkan kematian. Jika
tertelan 5-10g boraks oleh anak-anak bisa menyebabkan shock dan kematian.
3.2 Ciri-
Ciri Bakso yang Mengandung Boraks.
Bakso yang mengandung boraks
memiliki struktur yang kenyal dan lebih keras. Bakso tersebut memiliki daya
tahan lebih lama dan mampu bertahan sampai lima hari. Warnanya tidak kecoklatan
seperti warna
daging namun lebih cenderung keputihan dan teksturnya sangat kenyal dibanding bakso tanpa
boraks. Bila bakso tersebut digigit akan kembali ke bentuk semula. Bakso yang aman berwarna
abu-abu segar merata di semua bagian, baik di pinggir maupun tengah. Bau
terasa tidak alami dan ada bau lain yang muncul. Bila dilemparkan ke lantai akan memantul
seperti bola bekel.
Menurut
Murtini, cara yang paling mudah mendeteksi bakso yang mengandung boraks adalah
menggunakan makhluk hidup seperti lalat. Jika bakso tidak dihinggapi lalat
lebih dari enam jam, maka dapat dicurigai bakso tersebut mengandung boraks.
Boraks merupakan senyawa kimia dengan nama natrium tetraborat dan berbentuk kristal lunak. Boraks bila
dilarutkan dalam air akan terurai menjadi natrium hidroksida serta asam borat.Baik boraks maupun asam
borat memiliki sifat antiseptik, dan biasa digunakan oleh industri farmasi
sebagai ramuan obat misalnya dalam salep, bedak, larutan kompres, obat oles
mulut dan obat pencuci mata. Secara lokal boraks dikenal sebagai ’bleng’ (berbentuk larutan atau
padatan/kristal) dan ternyata digunakan sebagai pengawet misalnya pada
pembuatan mie basah, lontong dan bakso.
Boraks dapat menimbulkan efek racun
pada manusia, tetapi mekanisme toksisitasnya berbeda dengan formalin. Toksisitas
boraks yang terkandung di dalam makanan tidak langsung dirasakan oleh konsumen atau bersifat akumulasi (penumpukan). Boraks yang
terdapat dalam makanan akan diserap oleh tubuh dan disimpan secara kumulatif
dalam hati, otak, atau testis
(buah zakar). Pemakaian dalam jumlah banyak dapat menyebabkan demam, depresi, kerusakan ginjal, nafsu
makan berkurang, gangguan pencernaan, kebodohan, kebingungan, radang kulit,
anemia, kejang, pingsan, koma bahkan kematian. Pada dosis cukup tinggi,
boraks dalam tubuh akan menyebabkan demam, anuria,
koma, depresi, dan apatis (gangguan yang bersifat sarafi). Bagi anak
kecil dan bayi, bila dosis dalam tubuhnya mencapai 5 gram atau lebih, akan
menyebabkan kematian. Pada orang dewasa, kematian akan terjadi jika dosisnya
telah mencapai 10 – 20 g atau lebih.
Bahan pengawet memang dibutuhkan
untuk mencegah aktivitas mikroorganisme ataupun mencegah proses peluruhan yang
terjadi sesuai dengan pertambahan waktu, agar kualitas makanan senantiasa
terjaga sesuai dengan harapan konsumen. Dengan demikian, pengawet diperlukan dalam
pengolahan makanan, namun kita harus tetap mempertimbangkan keamanannya. Hingga saat ini , penggunaan pengawet yang tidak
sesuai masih sering terjadi dan sudah sedemikian luas, tanpa mengindahkan
dampaknya terhadap kesehatan konsumen.
Contoh
kasus pelanggaran aturan kesehatan yakni penggunaan bahan tambahan pangan
boraks dalam pembuatan bakso. Bahan tambahan tersebut berisiko tinggi
menimbulkan penyakit berbahaya bagi konsumen. Namun para pembuat bakso
beralasan penambahan boraks digunakan untuk menurunkan biaya produksi. Padahal, ada beberapa alternatif pemilihan bahan
pengawet untuk bakso yang lebih aman
dan tidak memberikan efek bahaya pada kesehatan serta dapat meningkatkan
produksi. Diantara alternatif yang sudah ditawarkan pasar secara luas
ialah asap cair yang berasal dari kayu atau tempurung kelapa.
Asap cair, sebagaimana
disimpulkan Effendi Abustam dkk dari Laboratorium Teknik Hasil Ternak
Universitas Hasanuddin dalam satu studi mereka, dapat digunakan bahan pengikat
air dan pengawet menggantikan boraks dan formalin pada pembuatan bakso daging
sapi. Asap cair merupakan bahan yang penggunaannya belakangan ini banyak
dikembangkan pada produk pangan. Termasuk sebagai pengawet dan pengikat air
pada pembuatan nugget ayam dan bakso. Asap cair yang mengandung ratusan senyawa
kimia itu juga potensial untuk berfungsi sebagai perekat, pengental, penstabil
emulsi dan pembentuk gel yang larut dalam air. Juga bisa berfungsi untuk lebih
mengempukkan daging.
BAB III
Berdasarkan hasil pembahasan karya tulis ini, dapat
disimpulkan bahwa:
1.
Bakso yang
mengandung boraks memiliki ciri-ciri yang berbeda dengan bakso yang tidak
mengandung boraks, dapat dilihat dari segi struktur, warna, dan rasa.
2.
Boraks memiliki
dampak yang sangat berbahaya terhadap kesehatan karena bersifat racun.
3.
Penurunan biaya
produksi sebagai alasan penggunaan pengawet boraks pada bakso.
4.
Salah satu bahan
pengganti yang aman sebagai pengawet untuk bakso adalah asap cair.
Berdasarkan pembahasan, penulis menyarankan:
1.
Penghentian
penggunaan boraks terhadap makanan karena efeknya yang sangat berbahaya
terhadap kesehatan.
2.
Penggunaan bahan
pengawet yang lebih aman dibanding boraks, yaitu asap cair.
Badan
POM RI. 2004. Bahan Tambahan Ilegal -
Boraks, Formalin dan Rhodamin B. http://www.pom.go.id/surv/events/foodwatch%201st%20edition.pdf. [11 Mei 2012]
Desrosier.
W. Norman. 1988. Teknologi Pengawetan
Pangan.
Jakarta: Universitas
Indonesia.
Indonesia.
Usmiati, suci. 2009. Bakso Sehat. http://pustaka.litbang.deptan.go.id/publikasi/wr316098.pdf.
[11 Mei 2012]
Widyaningsih
dan Murtini. 2006. Alternatif Pengganti
Formalin pada Produk Pangan. Surabaya: Trubus Agrisarana.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar