Selasa, 12 Juli 2016

Makalah Bahaya Penggunaan Boraks dalam Bakso dan Alternatif Pengawet yang Aman


Bakso merupakan makanan yang merakyat, namun pengetahuan masyarakat mengenai bakso yang aman dan baik untuk dikonsumsi masih kurang. Buktinya, bakso yang mengandung bahan kimia berbahaya masih banyak beredar dan tetap dikonsumsi. Penggunaan bahan kimia akan memberikan efek samping yang sangat merugikan terhadap kesehatan.   
Bahan kimia dapat digunakan untuk membuat pekerjaan manusia menjadi lebih efektif dan efisien. Dalam kehidupan sehari-hari salah satu kegunaan bahan kimia adalah sebagai bahan pengawet pada makanan. Bahan pengawet merupakan bahan kimia yang berfungsi untuk menghambat kerusakan makanan baik yang disebabkan oleh mikroba pembusuk, bakteri, ragi maupun jamur dengan cara menghambat, mencegah, menghentikan, proses pembusukan fermentasi dari bahan makanan (W. Norman 1988).

Salah satu bahan pengawet yang sering digunakan dalam industri makanan saat ini adalah boraks. Boraks sering sekali ditemukan dalam makanan seperti mie basah, lontong, ketupat, tahu, bakso, sosis, bahkan dalam pembuatan kecap. Pada penggunaan sehari-hari,  boraks adalah bahan kimia yang digunakan sebagai pengawet kayu, antiseptik kayu, dan pengontrol kecoa. Zat kimia ini merupakan bahan beracun dan bahan berbahaya bagi manusia sehingga sangat dilarang digunakan sebagai bahan baku makanan.



·         Apakah yang disebut dengan boraks?
·         Apakah faktor pendorong pedagang menggunakan boraks pada bakso?
·         Bagaimana mengetahui suatu bakso mengandung bahan pengawet boraks?
·         Apakah akibat dari penggunaan boraks secara berlebihan pada bakso?
·         Apakah bahan pengawet yang tepat untuk pengganti boraks pada bakso?

·         Mengetahui cara mengidentifikasi bakso yang mengandung boraks.
·         Mengetahui dampak penggunaan boraks pada bakso.
·         Mengetahui penyebab penggunaan boraks pada bakso.
·         Mengetahui bahan pengawet yang aman sebagai pengganti boraks


3.1  pengertian Bakso
Menurut Usmiati, bakso adalah jenis makanan yang sangat populer, sering ditemui mulai dari restoran hingga pedagang keliling. Popularitas bakso pernah merosot lantaran isu penggunaan boraks dan formalin untuk mengawetkan bakso. Bakso dapat dibuat dari berbagai jenis daging, seperti daging sapi, kerbau atau kelinci dan istilah bakso tersebut diikuti dengan nama jenis dagingnya. Bakso dibuat dari campuran daging yang jumlahnya tidak kurang dari 50% dan pati atau tepung serealia, serta bahan tambahan makanan yang diizinkan. Umumnya bakso berbentuk bulat. Namun saat ini bentuk bakso makin bervariasi, begitu pula dengan rasanya. Bakso biasanya disajikan bersama mie atau bihun, sayuran, dan kuah.
Komponen daging yang terpenting dalam bakso adalah protein. Protein daging dalam bakso berperan dalam pengikatan hancuran daging selama pemasakan dan pengemulsi lemak sehingga produk menjadi empuk, kompak dan kenyal. Bahan pengisi dalam pembuatan bakso adalah tepung pati, misalnya tepung tapioka atau tepung pati aren. Bahan pengisi mempunyai kandungan karbohidrat yang tinggi, namun proteinnya rendah. Bahan tersebut tidak dapat mengemulsi lemak tetapi memiliki kemampuan dalam mengikat air.
Bakso kadang dibuat dengan menambahkan bahan kimia berbahaya seperti boraks dan formalin agar lebih awet. Cara tersebut tidak dibenarkan karena boraks dan formalin merupakan bahan kimia yang membahayakan kesehatan. Badan POM secara rutin mengawasi pangan yang beredar di Indonesia untuk memastikan apakah pangan tersebut memenuhi syarat. Dari hasil analisis sampel yang dikirimkan oleh beberapa laboratorium Balai POM antara Februari 2001 hingga Mei 2003, dapat disimpulkan bahwa masih ada pangan olahan yang menggunakan bahan kimia berbahaya, seperti rhodamin B,boraks, dan formalin.
Boraks disalahgunakan untuk pangan dengan tujuan memperbaiki warna, tekstur dan rasa. Boraks bersifat sangat beracun, sehingga peraturan pangan tidak membolehkan boraks untuk digunakan dalam pangan. Boraks (Na2B4O7.10H2O) dan asam borat (H3BO3) digunakan untuk deterjen, mengurangi kesadahan, dan antiseptik lemah. Ketika asam borat masuk ke dalam tubuh, dapat menyebabkan mual, muntah, diare, sakit perut, penyakit kulit, kerusakan ginjal, kegagalan sistem sirkulasi akut, dan bahkan kematian. Jika tertelan 5-10g boraks oleh anak-anak bisa menyebabkan shock dan kematian. 

3.2 Ciri- Ciri Bakso yang Mengandung Boraks.
Bakso yang mengandung boraks memiliki struktur yang kenyal dan lebih keras. Bakso tersebut memiliki daya tahan lebih lama dan mampu bertahan sampai lima hari. Warnanya tidak kecoklatan seperti warna daging namun lebih cenderung keputihan dan teksturnya sangat kenyal dibanding bakso tanpa boraks. Bila bakso tersebut digigit akan kembali ke bentuk semula. Bakso yang aman berwarna abu-abu segar merata di semua bagian, baik di pinggir maupun tengah. Bau terasa tidak alami dan ada bau lain yang muncul. Bila dilemparkan ke lantai akan memantul seperti bola bekel.
Menurut Murtini, cara yang paling mudah mendeteksi bakso yang mengandung boraks adalah menggunakan makhluk hidup seperti lalat. Jika bakso tidak dihinggapi lalat lebih dari enam jam, maka dapat dicurigai bakso tersebut mengandung boraks.

3.3 Efek Boraks terhadap Kesehatan
Boraks merupakan senyawa kimia dengan nama natrium tetraborat dan berbentuk kristal lunak. Boraks bila dilarutkan dalam air akan terurai menjadi natrium hidroksida serta asam borat.Baik boraks maupun asam borat memiliki sifat antiseptik, dan biasa digunakan oleh industri farmasi sebagai ramuan obat misalnya dalam salep, bedak, larutan kompres, obat oles mulut dan obat pencuci mata.  Secara lokal boraks dikenal sebagai ’bleng’ (berbentuk larutan atau padatan/kristal) dan ternyata digunakan sebagai pengawet misalnya pada pembuatan mie basah, lontong dan bakso.
Boraks dapat menimbulkan efek racun pada manusia, tetapi mekanisme toksisitasnya berbeda dengan formalin. Toksisitas boraks yang terkandung di dalam makanan tidak langsung dirasakan oleh konsumen atau bersifat akumulasi (penumpukan). Boraks yang terdapat dalam makanan akan diserap oleh tubuh dan disimpan secara kumulatif dalam hati, otak, atau testis (buah zakar). Pemakaian dalam jumlah banyak dapat menyebabkan demam, depresi, kerusakan ginjal, nafsu makan berkurang, gangguan pencernaan, kebodohan, kebingungan, radang kulit, anemia, kejang, pingsan, koma bahkan kematian. Pada dosis cukup tinggi, boraks dalam tubuh akan menyebabkan demam, anuria, koma, depresi, dan apatis (gangguan yang bersifat sarafi). Bagi anak kecil dan bayi, bila dosis dalam tubuhnya mencapai 5 gram atau lebih, akan menyebabkan kematian. Pada orang dewasa, kematian akan terjadi jika dosisnya telah mencapai 10 – 20 g atau lebih.

3.4 Bahan Pengawet yang Baik sebagai Pengganti Boraks
Bahan pengawet memang dibutuhkan untuk mencegah aktivitas mikroorganisme ataupun mencegah proses peluruhan yang terjadi sesuai dengan pertambahan waktu, agar kualitas makanan senantiasa terjaga sesuai dengan harapan konsumen. Dengan demikian, pengawet diperlukan dalam pengolahan makanan, namun kita harus tetap mempertimbangkan keamanannya. Hingga saat ini , penggunaan pengawet yang tidak sesuai masih sering terjadi dan sudah sedemikian luas, tanpa mengindahkan dampaknya terhadap kesehatan konsumen.
Contoh kasus pelanggaran aturan kesehatan yakni penggunaan bahan tambahan pangan boraks dalam pembuatan bakso. Bahan tambahan tersebut berisiko tinggi menimbulkan penyakit berbahaya bagi konsumen. Namun para pembuat bakso beralasan penambahan boraks digunakan untuk menurunkan biaya produksi. Padahal, ada beberapa alternatif pemilihan bahan pengawet untuk bakso yang lebih aman dan tidak memberikan efek bahaya pada kesehatan serta dapat meningkatkan produksi. Diantara alternatif yang sudah ditawarkan pasar secara luas ialah asap cair yang berasal dari kayu atau tempurung kelapa.
Asap cair, sebagaimana disimpulkan Effendi Abustam dkk dari Laboratorium Teknik Hasil Ternak Universitas Hasanuddin dalam satu studi mereka, dapat digunakan bahan pengikat air dan pengawet menggantikan boraks dan formalin pada pembuatan bakso daging sapi. Asap cair merupakan bahan yang penggunaannya belakangan ini banyak dikembangkan pada produk pangan. Termasuk sebagai pengawet dan pengikat air pada pembuatan nugget ayam dan bakso. Asap cair yang mengandung ratusan senyawa kimia itu juga potensial untuk berfungsi sebagai perekat, pengental, penstabil emulsi dan pembentuk gel yang larut dalam air. Juga bisa berfungsi untuk lebih mengempukkan daging.

BAB III
Berdasarkan hasil pembahasan karya tulis ini, dapat disimpulkan bahwa:
1.      Bakso yang mengandung boraks memiliki ciri-ciri yang berbeda dengan bakso yang tidak mengandung boraks, dapat dilihat dari segi struktur, warna, dan rasa.
2.      Boraks memiliki dampak yang sangat berbahaya terhadap kesehatan karena bersifat racun.
3.      Penurunan biaya produksi sebagai alasan penggunaan pengawet boraks pada bakso.
4.      Salah satu bahan pengganti yang aman sebagai pengawet untuk bakso adalah asap cair.

Berdasarkan pembahasan, penulis menyarankan:
1.      Penghentian penggunaan boraks terhadap makanan karena efeknya yang sangat berbahaya terhadap kesehatan.
2.      Penggunaan bahan pengawet yang lebih aman dibanding boraks, yaitu asap cair.



Badan POM RI. 2004. Bahan Tambahan Ilegal - Boraks, Formalin dan Rhodamin B. http://www.pom.go.id/surv/events/foodwatch%201st%20edition.pdf. [11 Mei 2012]
Desrosier. W. Norman. 1988. Teknologi Pengawetan Pangan. Jakarta: Universitas
Indonesia
.
Usmiati, suci. 2009. Bakso Sehat. http://pustaka.litbang.deptan.go.id/publikasi/wr316098.pdf. [11 Mei 2012]

Widyaningsih dan Murtini. 2006. Alternatif Pengganti Formalin pada Produk Pangan. Surabaya: Trubus Agrisarana.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar