Minggu, 01 Januari 2017

RUJUKAN WHO 2005

A.  Definisi
Baku Rujukan adalah tabel yang berisi daftar normatif sebagai pembanding dalam menilai status gizi. Baku Rujukan dibuat dengan aturan-aturan yang ketat yang harus mewakili penduduk yang sehat yang mencapai pola pertumbuhan yang optimal. Idealnya baku rujukan disesuaikan dengan pola pertumbuhan ras yang bersangkutan. Akan tetapi untuk kebutuhan perbandingan, WHO menganjurkan satu Baku Rujukan untuk dipakai pada semua negara. Agar dapat dibandingkan prevalesni status gizi, untuk mengevaluasi kemajuan suatu negara, maka data harus dikumpulkan dengan metode yang sama dan menggunakan Baku Rujukan yang sama.
Baku Rujukan dikeluarkan oleh badan resmi yang mengurusi masalah kesehatan dan gizi. Untuk level dunia, tentunya WHO dan pada level negara adalah Kementrian Kesehatan negara yang bersangkutan (Indonesia : Depkes).
Sepanjang sejarah, baru 2 Baku Rujukan yang dipakai secara international yaitu Baku Rujukan Harvard dan Baku Rujukan WHO-NCHS. Baku Rujukan Harvard dipublikasikan tahun 1966 oleh Derrict B. Jelliffe dalam bukunya “The Assessment of Nutritional Status of Community”. Baku Rujukan The Turner Refference Population hanya dipakai di Amerika dan Canada. Baku Rujukan kedua yang sangat terkenal itu adalah Baku Rujukan WHO-NCHS (WHO, Nationa Center for Health Statistics) yang dipubikasikan tahun 1983 di dalam majalah suplemen WHO ”Measuring Change of Nutritional Status”.
Baku Rujukan ini disusun oleh NCHS (Badan Riset Kesehatan Amerika, di bawah CDC = center for decease control), kemudian diadopsi oleh WHO, maka jadilah Baku Rujukan WHO-NCHS.
Indonesia baru akan menerapkan Baku Rujukan ini pada tahun 1990 dengan digelarnya Lokakarya Nasional Antropometri di Ciloto. Lokakarya merekomendasikan 10 point, diantaranya adalah : Gunakan Baku Rujukan WHO-NCHS dan cara menilai status gizi dengan menggunakan kaidah ZScore (simpangan baku, sebelumnya menggunakan persen terhadap median).
Sepuluh tahun kemudian (tahun 2000), dievaluasi, ternyata baku rujukan ini jalannya terseok-seok, terutama berkaitan dengan cut off status gizi dan penggunaan istliah yang sama untuk setiap indeks (BB/U, TB/U dan BB/TB).
Hasil temu pakar Gizi tahun 2000 merekomendasi perubahan cut off status gizi dan memberikan istilah berbeda untuk setiap indeks status gizi BB/U terdiri dari 4 kategori, TB/U 2 kategori dan BB/TB 4 kategori dengan pengistilahan yang berbeda-beda
Belum lagi tuntas penerapan WHO-NCHS, pada bulan Mei 2007 WHO mempublikasikan lagi Baku Rujukan baru yang buatan WHO sendiri. Penelitian longitudinal dilakukan di 5 negara yang tersebar di 4 Benua. Amerika, Asia, Eropa dan Asia. Baku Rujukan baru ini (kata WHO) adalah untuk memperbaiki Baku Rujukan WHO-NCHS yang memiliki kelemahan.
Baku Rujukan baru yang diberi nama Baku Rujukan WHO 2005 dan lebih lengkap, yaitu terdiri dari :
1.    Indeks : BB/U, TB/U, BB/TB, Lingkar Lengan, Lingkar Kepala, Temal Lemak otot Trisep, dan Skinfold
2.    Tingkat perkembangan motorik : motor milestone
3.    Software Pengolah data antropometri (Anthropometric Calculator
4.    Diengkapi dengan dokumen-dokumen riset MGRS (MultiGrowth Refference Study), mannual report dan video pelaksanaan penelitian, serta dokumen hasil analisis perbandingan baku rujukan baru dengan baku rujukan yang pernah ada sebelumnya yaitu : WHO-NCHS dan CC 2000.
Penelitian dilakukan secara longitudinal dan cross sectional di 5 negara lokasi.
Di bawah ini merupakan dokumen dan software yang dimaksud yang didownload dari situs resmi WHO :
1.      Software ANTRHO2005
2.      Artikel MGRS, perbandingan antar Baku Rujukan
3.      Modul-modul Riet MGRS di 5 negara
4.      Motor Milestone, perkembangan motorik anak,
5.      Simplified Tables, tabel yang akan digunakan oleh Praktisi Gizi di lapangan seperti Kader Posyandu, daln lain-lain
6.      Tabel Lengkap menilai status gizi yang akan digunakan oleh Para Peneliti dan Mahasiswa
7.      Technical Report. Laporan Lengkap hasil penelitian WHO dalam membangun Baku Rujukan WHO2005
8.      Training : Modul training dalam penerapan Baku Rujukan WHO2005 yang baru
9.      Video pelaksanaan Penelitian yang dilakukan oleh MGRS di 5 negara lokasi penelitia
10.  WHO Technical Report Series Part 1
11.  Baku Rujukan Remaja

B.  Standar Pertumbuhan Anak (WHO 2005)
Dimasa lalu, rujukan pertumbuhan dikembangkan menggunakan data dari satu negara dengan mengukur contoh anak yang dianggap sehat, tanpa memperhatikan cara hidup dan lingkungan mereka. Mengingat cara menghasilkan rujukan tersebut, maka rujukan tersebut tidak dapat dipakai diseluruh dunia.
World Health Organization (WHO) telah mengembangkan standar pertumbuhan yang berasal dari sampel anak-anak dari enam negara yaitu Brazil, Ghana, India, Noerwegia, Oman dan Amerika Serikat. WHO Multicentre Growth Reference Study (MGRS) telah dirancang untuk menyediakan data yang menggambarkan bagaimana anak-anak harus tumbuh, dengan cara memasukan kriteria tertentu (misalnya: menyusui, pemeriksaan kesehatan, dan tidak merokok). Penelitian tersebut mengikuti bayi normal dari lahir sampai usia 2 tahun, dengan pengukuran yang sering pada awal minggu pertama pada setiap bulan, kelompok anak-anak lain umur 18 sampai 71 bulan diukur satu kali. Data dari kedua kelompok umur tersebut disatukan untuk menciptakan standar pertumbuhan anak umur 0 sampai 5 tahun.
MGRS menghasilkan Standar Pertumbuhan Normal (preskriptif), berbeda dengan yang hanya deskriptif. Standar baru memperlihatkan bagaimana pertumbuhan anak dapat dicapai apabila memenuhi syarat-syarat tertentu misalnya pemberian makan, imunisasi dan asuhan selama sakit. Standar baru ini dapat digunakan diseluruh dunia, karena penelitian menunjukan bahwa anak-anak dari negara manapun akan tumbuh sama bila gizi, kesehatan dan kebutuhan asuhannya dipenuhi.
Manfaat lain dari standar pertumbuhan baru meliputi hal-hal sebagai berikut :
-       Standar baru menetapkan bayi yang disusui sebagai model pertumbuhan dan perkembangan bayi normal. Hasilnya kebijakan kesehatan dan dukungan publik untuk menyusui harus diperkuat.
-       Standar baru lebih dini dan sensitif untuk mengidentifikasi anak pendek dan anak gemuk/sangat gemuk.
-       Standar baru seperti IMT (Indeks Masa Tubuh) sangat berguna untuk mengukur peningkatan kejadian Sangat Gemuk.
-       Grafik yang menunjukan pola laju pertumbuhan yang diharapkan dari waktu ke waktu memungkinkan petugas kesehatan mengidentifikasikan anak-anak yang beresiko menjadi kurang gizi atau gemuk secara dini, tanpa menunggu sampai anak menderita masalah gizi.
Disamping standar untuk pertumbuhan fisik, standar baru WHO 2005 menghasilkan enam tahapan perkembangan motorik kasar – milestone – (duduk tanpa bantuan, merangkak, berdiri dengan bantuan, berdiri tanpa bantuan, berjalan dengan bantuan, dan berjalan tanpa bantuan) yang diharapkan dapat dicapai oleh anak-anak sehat pada umur antara 4 dan 18 bulan.
Oleh karena WHO telah mengeluarkan standar rujukan yang baru untuk menilai pertumbuhan dan penentuan status gizi pada anak, maka berdasarkan hasil kesepakatan RTL 2006 oleh Depkes RI disusunlan Kartu Menuju Sehat (KMS) baru. Pada KMS baru telah dirancang ulang untuk anak Indonesia yang dibedakan menurut jenis kelamin, dicantumkan 12 tahapan perkembangan motorik.

C.  Variabel Pengukuran Status Gizi
Ada beberapa cara melakukan penilaian status gizi pada kelompok masyarakat. Salah satunya adalah dengan pengukuran tubuh manusia yang dikenal dengan Antropometri. Dalam pemakaian untuk penilaian status gizi, antropomteri disajikan dalam bentuk indeks yang dikaitkan dengan variabel lain. Variabel tersebut adalah sebagai berikut : 
a.      Umur
Umur sangat memegang peranan dalam penentuan status gizi, kesalahan penentuan akan menyebabkan interpretasi status gizi yang salah. Hasil penimbangan berat badan maupun tinggi badan yang akurat, menjadi tidak berarti bila tidak disertai dengan penentuan umur yang tepat. Kesalahan yang sering muncul adalah adanya kecenderunagn untuk memilih angka yang  mudah seperti 1 tahun; 1,5 tahun; 2 tahun. Oleh sebab itu penentuan umur anak perlu dihitung dengan cermat. Ketentuannya adalah 1 tahun adalah 12 bulan, 1 bulan adalah 30 hari. Jadi perhitungan umur  adalah  dalam bulan penuh, artinya sisa umur dalam hari tidak diperhitungkan ( Depkes, 2004).
b.      Berat Badan
Berat badan merupakan salah satu ukuran yang memberikan gambaran massa jaringan, termasuk cairan tubuh. Berat badan sangat peka terhadap perubahan yang mendadak baik karena penyakit infeksi maupun konsumsi makanan  yang menurun. Berat badan ini  dinyatakan dalam bentuk indeks BB/U (Berat Badan menurut Umur) atau melakukan penilaian dengam melihat perubahan  berat badan pada saat pengukuran dilakukan, yang dalam penggunaannya memberikan gambaran keadaan kini. Berat badan paling banyak digunakan karena hanya memerlukan satu pengukuran, hanya saja tergantung pada ketetapan umur, tetapi kurang dapat menggambarkan kecenderungan perubahan situasi gizi dari waktu ke waktu (Djumadias Abunain, 1990).



c.       Tinggi Badan
Tinggi badan memberikan gambaran  fungsi pertumbuhan yang dilihat dari keadaan  kurus kering dan kecil pendek. Tinggi badan  sangat baik untuk melihat keadaan gizi masa lalu terutama yang berkaitan dengan  keadaan   berat badan lahir rendah dan kurang gizi pada masa balita. Tinggi badan dinyatakan dalam bentuk Indeks TB/U ( tinggi badan menurut umur), atau juga  indeks BB/TB ( Berat Badan menurut Tinggi  Badan)  jarang dilakukan karena perubahan tinggi  badan yang lambat dan biasanya  hanya dilakukan setahun sekali. Keadaan indeks ini pada umumnya memberikan gambaran keadaan lingkungan yang tidak baik, kemiskinan dan akibat tidak sehat yang menahun ( Depkes RI, 2004).
Berat badan dan tinggi badan   adalah salah satu parameter penting untuk menentukan status kesehatan manusia, khususnya yang berhubungan dengan status gizi. Penggunaan Indeks BB/U, TB/U dan BB/TB merupakan indikator status gizi untuk melihat adanya gangguan fungsi pertumbuhan dan komposisi tubuh (M.Khumaidi, 1994).

D.  Pengolahan Data Antropometri Berdasarkan Z-Score (Simpangan Baku) WHO 2005
Z-Score atau simpangan baku digunakan untuk menilai seberapa jauh penyimpangannya dari angka median (nilai tengah). Perhitungan Z-Score berbeda untuk populasi yang distribusinya normal atau tidak normal.
-       Pengukuran Distribusi Normal.
Konsep distribusi normal sangat membantu untuk memahami apa itu z-score. Dlam satu distribusi normal, sebagian besar nilai dikelompokan di tengah, dan distribusi pengukuran berada disekitar angka median yang berbentuk lonceng. Pada kurva normal, satu z-score menggambarkan seberapa jauh penyimpangan baku seorang anak dari angka median.
Kurva tersebut dihasilkan dari pengukuran Panjang/Tinggi Badan anak-anak yang dibuat dalam grafik, hasilnya menyerupai distribusi normal. Setiap segmen pada sumbu horizontal menggambarkan satu simpangan baku atau z-score. Pada distribusi normal, z-score -1 dan +1 mempunyai jarak yang sama dari angka median ( 0 ). Jarak dari angka median ke +1 z-score adalah setengah dari jarak ke +2 z-score.
Status gizi balita diukur berdasarkan umur, berat badan (BB) dan tinggi badan (TB). Berat badan anak ditimbang dengan timbangan dacin yang memiliki presisi 0,1 kg, panjang badan diukur dengan length-board dengan presisi 0,1 cm, dan tinggi badan diukur dengan menggunakan microtoise dengan presisi 0,1 cm. Variabel BB dan TB anak ini disajikan dalam bentuk tiga indikator antropometri, yaitu: berat badan menurut umur (BB/U), tinggi badan menurut umur (TB/U), dan berat badan menurut tinggi badan (BB/TB).
Untuk menilai status gizi anak, maka angka berat badan dan tinggi badan setiap balita dikonversikan ke dalam bentuk nilai terstandar (Z-score) dengan menggunakan baku antropometri WHO 2005. Selanjutnya berdasarkan nilai Z-Score masing-masing indicator tersebut ditentukan status gizi balita dengan batasan sebagai berikut :
a)    Berdasarkan indikator BB/U :
Berat badan adalah satu parameter yang memberikan gambaran massa tubuh. Massa tubuh sangat sensitif terhadap perubahan-perubahan yang mendadak, misalnya karena terserang penyakit infeksi, menurunnya nafsu makan atau menurunnya nafsu makan atau memnurunnya jumlah makanan yang dikonsumsi. Berat badan adalah parameter antropometri yang sangat labil. Dalam keadaan normal, dimana keadaan kesehatan baik dan keseimbangan antara konsumsi dan kebutuhan zat gizi terjamin, maka berat badan berkembang mengikuti pertambahan umur. Sebaliknya dalam keadaan yang abnormal, terdapat 2 kemungkinan perkembangan berat badan, yaitu dapat berkembang cepat atau lebih lambat badan menurut umur digunakan sebagai salah satu cara pengukuran status gizi. Mengingat karakteristik berat badan yang labil, maka indeks BB/U lebih menggambarkan status gizi seseorang saat ini.
v  Kelebihan
a.       Lebih mudah dan cepat dimengerti oleh masyarakat
b.      Baik untuk mengukur status gizi akut dan kronis
c.       Indikator status gizi kurang saat sekarang
d.      Sensitif terhadap perubahan kecil
e.       Growth monitoring
f.       Pengukuran yang berulang dapat mendeteksi growth
g.      Failure karena infeksi atau KEP
h.      Dapat mendeteksi kegemukan (overweight)
v  Kekurangan
a.       Kadang umur secara akurat sulit didapat
b.      Dapat menimbulkan interpretasi keliru bila terdapat edema maupun asites
c.       Memerlukan data umur yang akurat terutama untuk usia balita
d.      Sering terjadi kesalahan dalam pengukruan, seperti pengaruh pakaian atau gerakan anak saat ditimbang
e.       Secara operasional: hambatan sosial budaya misalnya tidak mau menimbang anak karena dianggap seperti barang dagangan

Kategori BB/U :
1.    Kategori Gizi Buruk, jika Z-score < -3,0
2.    Kategori Gizi Kurang, jika Z-score >=-3,0 s/d Z-score <-2,0
3.    Kategori Gizi Baik, jika Z-score >=-2,0 s/d Z-score <=2,0
4.    Kategori Gizi Lebih, jika Z-score >2,0

b)   Berdasarkan indikator TB/U:
Tinggi badan merupakan antropometri yang menggambarkan keadaan pertumbuhan skeletal. Pada keadaan normal, tinggi badan tumbuh seiring dengan pertambahan umur. Pertumbuhan tinggi badan tidak seperti berat badan, relatif kurang sensitif terhadap masalah kekurangan gizi dalam waktu yang pendek. Pengaruh defisiensi zat gizi terhadap tingii badan akan nampak dalam waktu yang relatif lama.
Berdasarkan karakteristik tersebut diatas, maka indeks ini menggambarkan status gizi masa lalu. Menurut Beaton dan Bengoa (1973) indeks TB/U dapatmemberikan status gizi masa lampau dan status sosial ekonomi.
v  Kelebihan
a.       Baik untuk menilai status gizi masa lampau
b.      Alat dapat dibuat sendiri, murah dan mudah dibawa
c.       Indikator kesejahteraan dan kemakmuran suatu bangsa
v  Kekurangan
a.       TB tidak cepat naik, bahkan tidak mungkin turun
b.      Diperlukan 2 orang untuk melakukan pengukuran, karena biasanya anak relatif sulit berdiri tegak
c.       Ketepatan umur sulit didapat
Kategori TB/U :
1.      Kategori Sangat Pendek, jika Z-score < -3,0
2.      Kategori Pendek, jika Z-score >=-3,0 s/d Z-score <-2,0
3.      Kategori Normal, jika Z-score >=-2,0
c)    Berdasarkan indikator BB/TB:
1.      Kategori Sangat Kurus, jika Z-score < -3,0
2.      Kategori Kurus, jika Z-score >=-3,0 s/d Z-score <-2,0
3.      Kategori Normal, jika Z-score >=-2,0 s/d Z-score <=2,0
4.      Kategori Gemuk, jika Z-score >2,0

Perhitungan angka prevalensi dilakukan sebagai berikut :
·      Prevalensi gizi buruk = (Jumlah balita gizi buruk/jumlah seluruh balita) x 100%
·      Prevalensi gizi kurang = (Jumlah balita gizi kurang/jumlah seluruh balita) x 100%
·      Prevalensi gizi baik = (Jumlah balita gizi baik/jumlah seluruh balita) x 100%
·      Prevalensi gizilebih = (Jumlah balita gizi lebih/jumlah seluruh balita) x 100%

d)   IMT / U
Pengukuran status gizi dilakukan dengan metode antropometri melalui
perhitungan indeks IMT/U. IMT/U digunakan untuk anak yang berumur 5-19
tahun, dengan menggunakan z-score.
Kategori IMT/U :
1.      Kategori Sangat Kurus, jika Z-score < -3,0
2.      Kategori Kurus, jika Z-score < - 2SD
3.      Kategori Normal, jika Z-score -2SD sampai +1SD
4.      Kategori Gemuk, jika Z-score > + 1SD
5.      Kategori Obese I, jika Z-score >+2SD
6.      Kategori Obese II jika, Z-score >+3SD

-       Cara Penilaian Status Gizi dalam Program Kesehatan Masyarakat.
Salah satu cara yang digunakan dalam penentuan status gizi masyarakat adalah dengan cara pengukuran terhadap nilai-nilai dari indeks antropometri. Dalam penentuan status gizi suatu kelompok masyarakat, lebih baik kita mempertimbangkan hal-hal berikut ini :
1.    Nilai-nilai indeks antropometri (BB/U, TB/U atau BB/TB) dibandingkan dengan nilai RUJUKAN yang dalam hal ini digunakan Rujukan WHO-2005).
2.    Dengan menggunakan batas ambang (“cut-off point”) untuk masing-masing indeks, maka status gizi seseorang atau anak dapat ditentukan.
Didasarkan pada asumsi resiko kesehatan :
a)      Antara -2 SD s/d +2 SD tidak memiliki atau beresiko paling ringan untuk menderita masalah kesehatan
b)      Antara -2 s/d -3 atau antara +2 s/d +3 memiliki resiko cukup tinggi (“mode-rate”) untuk menderita masalah kesehatan
c)      Di bawah -3 SD atau di atas +3 SD memiliki resiko tinggi untuk menderita masalah kesehatan
3.    Istilah status gizi dibedakan untuk setiap indeks yang digunakan agar tidak terjadi kerancuan dalam interpretasi.
4.    Bila dalam masyarakat ada lebih dari 2,5% balita berada <-2 SD tetapi kurang dari 0,5% berada <-3 SD kemungkinan besar penyebabnya masa-
lahnya adalah kekurangan zat gizi karena berbagai faktor (kemiskinan, ketidak tahuan, pola asuh yang berkaitan dengan penyakit)
5.    Bila dalam suatu masyarakat ada lebih dari 2,5 % balita <-2 SD dan lebih dari 0,5% anak < -3 SD, maka masyarakat tersebut masih memiliki masalah
gizi yang perlu penanganan secara komprehensif terhadap akar masalahnya.


Selasa, 04 Oktober 2016

SOP ( STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR ) PENGELOLAAN MAKANAN RS

SOP (STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR)
PEMILIHAN BAHAN MAKANAN

Pengertian
Serangkaian kegiatan yang meliputi pemilihan kualitas dan kuantitas bahan makanan yang sesuai dengan spesifikasi yang telah ditetapkan.

Tujuan
Dipilih bahan makanan sesuai dengan daftar pesanan, waktu pesanan dan spesifikasi yang ditetapkan.
Prosedur
1.   Bahan makanan diperiksa, sesuai dengan pesanan dan ketentuan spesifikasi bahan makanan yang dipesan.
2.   Bahan makanan dikirim ke gudang penyimpanan sesuai dengan jenis barang atau dapat langsung ke tempat pengaolahan bahan makanan.
3.   Bahan makanan yang tidak sesuai spesifikasi dapat dikembalikan serta minta ganti bahan makanan sesuai spesifikasi.

SOP (STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR)
PENERIMAAN BAHAN MAKANAN


Pengertian

Serangkaian kegiatan yang meliputi pemeriksaan/penelitian, pencatatan dan pelaporan tentang macam kualitas dan kuantitas bahan makanan yang diterima sesuai dengan pesanan serta spesifikasi yang telah ditetapkan.


Tujuan

Diterimanya bahan makanan sesuai dengan daftar pesanan, waktu pesanan dan spesifikasi yang ditetapkan.

Prosedur

1.    Bahan makanan diperiksa, sesuai dengan pesanan dan ketentuan spesifikasi bahan makanan yang dipesan.
2.    Bahan makanan dikirim ke gudang penyimpanan sesuai dengan jenis barang atau dapat langsung ke tempat pengaolahan bahan makanan.


SOP (STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR)
PERSIAPAN BAHAN MAKANAN POKOK

Pengertian

Serangkaian kegiatan dalam penanganan bahan makanan pokok yang meliputi berbagai proses antara lain membersihkan, mencuci, dll.


Tujuan

Mempersiapkan bahan makanan pokok (beras) sebelum dilakukan kegiatan pengolahan.


Prosedur

1.   Bahan makanan yang akan diolah disiapkan kemudian dibersihkan dari kotoran yang tercampur didalamnya, seperti kerikil, kulit padi/skam, paku, dll.
2.   Bahan makanan ditempatkan dalam tenggok kemudian dicuci dengan mengggunakan air mengalir sambil diaduk-aduk.
3.   Pencucian bahan makanan dilakukan +3 kali sampai cucian berasnya bersih.
4.   Beras / bahan makanan kemudian ditiriskan.





STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)
PERSIAPAN BUAH

Pengertian
Kegiatan penanganan buah sebelum dilakukan proses distribusi.
Tujuan
Mempersiapkan bahan makanan berupa buah sebelum dilakukan proses distribusi.
Kebijakan
1.    Buah yang disiapkan sesuai siklus buah dan standar porsi.
2.    Buah yang disiapkan bersih dan siap makan.
Prosedur
1.    Pramusaji menyiapkan buah dan alat yang akan digunakan.
2.    Pramusaji menggunakan sarung tangan plastik untuk membersihkan buah dari kotoran dengan cara memotong, mengupas dan membuang bagian-bagian yang tidak digunakan.
3.    Buah seperti melon, pepaya dan semangka dilakukan pencucian dahulu dengan menggunakan air mengalir baru dilakukan pengupasan kulit kemudian dicuci dengan air mineral dan ditiriskan dari air, untuk buah pisang dilakukan pengelapan dengan menggunakan lap bersih.
4.    Pemotongan buah sesuai berat standar porsi, untuk pisang dipotong kedua ujung kulit tanpa memotong bagian buah.
Unit terkait
Pramusaji
  


STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)
PERSIAPAN BUMBU
Pengertian
Serangkaian kegiatan dalam penanganan bumbu (antara lain mengupas, membersihkan, mencuci, memotong, dll) sebelum dilakukan pengolahan.
Tujuan
Mempersiapkan bahan makanan berupa bumbu sebelum dilakukan proses pengolahan.
Prosedur
1.    Petugas membersihkan/memisahkan bumbu dari berbagai kotorannya.
2.    Petugas mempersiapkan bumbu dan alat yang akan digunakan.
3.    Petugas mencuci bumbu dengan air bersih dan mengalir.
4.    Petugas memotong/menghaluskan bumbu yang akan digunakan dan menempatkannya dalam tempat yang bersih dan tertutup.


STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)
PERSIAPAN LAUK
Pengertian
Serangkaian kegiatan dalam penanganan lauk yang meliputi proses membersihkan, memotong, mencuci, mengupas, mengocok, merendam, dan lain-lain.
Bahan makanan lauk yang dimaksud meliputi : daging ayam, daging sapi, daging giling, ikan, telur, tahu dan tempe.

Tujuan
Mempersiapkan bahan makanan berupa lauk hewani/nabati sebelum dilakukan proses pengolahan.

Prosedur
1.    Petugas membersihkan bahan makanan yang akan diolah dengan cara mengupas kulitnya (untuk tempe), membuang kotorannya (untuk ikan segar dan ayam).
2.    Bahan makanan dicuci dan dibersihkan dengan menggunakan air mengalir, kemudian ditiriskan.
3.    Untuk daging giling persiapan yang dilakukan dengan cara menambah bumbu.




STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)
PERSIAPAN SAYURAN
Pengertian
Proses awal bahan makanan (sayuran) sebelum dilakukan proses pengolahan.
Adapun yang dimaksud dengan sayur adalah :
  1. Sayuran daun (bayam, kangkung, sawi,dll)
  2. Sayuran buah (labu siam, ketimun, terong, dll)
  3. Sayuran umbi (kentang, wortel, dll)
  4. Sayuran bunga (bunga kol, brokoli,dll)
  5. Sayuran kacang-kacangan (buncis, kacang panjang,dll)
  6. Sayuran tunas (taoge panjang, taoge pendek, dll)

Tujuan
Terselenggaranya proses persiapan sayur sesuai dengan syarat gizi secara efisien.

Prosedur
1.    Sayur dihilangkan akar dan batang yang tidak terpakai.
2.    Sayur dicuci di air mengalir kemudian ditiriskan di keranjang pencucian diulang sampai tiga kali hingga bersih.
3.    Sayur yang perlu dipotong dilakukan pemotongan sesuai kebutuhan dan jenis masakan.
4.    Sayur ditempatkan di keranjang yang bersih, siap untuk dimasak.
             

  

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)
PENGOLAHAN BAHAN MAKANAN
Pengertian
Suatu kegiatan mengubah (memasak) bahan makanan mentah menjadi makanan yang siap dimakan, berkualitas dan aman untuk dikonsumsi.
Tujuan
1.    Mengurangi resiko kehilangan zat gizi bahan makanan.
2.    Meningkatkan nilai cerna.
3.    Meningkatkan dan mempertahankan warna, rasa, keempukan dan penampilan makanan.
Prosedur
Setelah dilakukan persiapan bahan makanan dilakukan pengolahan berdasarkan standar resep.
  1. Makanan diet
a.    Makanan diit rendah lemak, diet jantung, diet rendah kolesterol, diet hati, diet rendah purin :
·         Makanan diambil dari pengolahan sebelum dilakukan pemberian santan
·         Lauk nabati rendah garam
b.    Makanan diit rendah garam
Makanan diambil dari pengolahan sebelum dilakukan pemberian garam
c.    Makanan diit Diabetes Mellitus
Makanan diambil dari pengolahan sebelum dilakukan pemberian gula
  1. Makanan non diet
Setelah makanan diambil untuk makanan diet maka dilakukan pemberian gula dan tambahan garam.




STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)
PEMBUATAN SUSU

Pengertian
Kegiatan atau proses pembuatan susu untuk pasien.
Tujuan
Menghasilkan susu yang higienis dan layak dikonsumsi untuk pasien.
Kebijakan
1.    Susu dibuat dengan proses dan alat yang higienis.
2.    Susu dibuat sesuai volume cairan dan takaran susu formula.
Prosedur
1.    Pembuatan susu maksimal 30 menit sebelum waktu minum susu yang telah ditentukan untuk pasien.
2.    Ahli gizi operasional katering memakai Alat Pelindung Diri (APD) seperti masker.
3.    Ahli gizi operasional katering membersihkan permukaan meja yang akan digunakan untuk menyiapkan susu.
4.    Ahli gizi operasional katering mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir kemudian keringkan dengan lap bersih.
5.    Ahli gizi operasional katering membilas peralatan susu (gelas ukur, sendok dan gelas susu) dengan air hangat yang mengalir sebelum dipakai.
6.    Peralatan bersih yang siap pakai tidak boleh dipegang di bagian yang dapat berkontak langsung dengan anggota tubuh.
7.    Ahli gizi operasional katering menyiapkan air panas ± 70ºC dan susu yang akan diseduh.
8.    Ahli gizi operasional katering menuangkan air panas ke dalam gelas ukur sesuai volume yang dibutuhkan kemudian dituang ke gelas susu.
9.    Ahli gizi operasional katering menuang bubuk susu sesuai takaran ke dalam gelas susu.
10.  Ahli gizi operasional katering mengaduk susu hingga larut dalam air..
11.  Ahli gizi operasional katering menutup susu dengan plastik wrap.
12.  Ahli gizi operasional katering memberi label pada bagian atas plastik wrap.
13.  Ahli gizi operasional katering membersihkan tempat pembuatan susu beserta peralatan susu.
14.  Ahli gizi operasional katering mencuci peralatan susu dengan sabun cair.
15.  Ahli gizi operasional katering menggunakan busa lembut untuk membersihkan bagian dalam gelas ukur kemudian membilas peralatan susu dengan air bersih yang mengalir.
16.  Susu yang siap dikonsumsi maksimal 15 menit diantar sebelum waktu minum susu yang telah ditentukan untuk pasien.



STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)
PEMBUATAN SONDE DENGAN FORMULA KOMERSIAL (FK)

Pengertian
Kegiatan atau proses pembuatan sonde untuk pasien menggunaka formula komersial.
Tujuan
Menghasilkan sonde yang higienis dan layak dikonsumsi untuk pasien.
Kebijakan
1.    Sonde dibuat dengan proses dan alat yang higienis.
2.    Sonde dibuat sesuai volume cairan dan takaran susu formula.
3.    Sonde dapat masuk ke lambung pasien melalui oral, pipa atau enteral (Naso Gastric Tube) dan bolus atau drip (tetes).
Prosedur
1.    Pembuatan sonde maksimal 30 menit sebelum waktu minum sonde yang telah ditentukan untuk pasien.
2.    Ahli gizi operasional katering memakai Alat Pelindung Diri (APD) seperti masker.
3.    Ahli gizi operasional katering membersihkan permukaan meja yang akan digunakan untuk menyiapkan susu formula.
4.    Ahli gizi operasional katering mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir, kemudian keringkan dengan lap bersih.
5.    Ahli gizi operasional katering membilas peralatan sonde (saringan, gelas ukur, sendok dan gelas sonde) dengan air hangat yang mengalir sebelum dipakai.
6.    Peralatan bersih yang siap pakai tidak boleh dipegang di bagian yang dapat berkontak langsung dengan anggota tubuh.
7.    Ahli gizi operasional katering menyiapkan air panas ± 70ºC dan susu enteral yang akan diseduh.
8.    Ahli gizi operasional katering menuangkan air panas ke dalam gelas ukur sesuai volume yang dibutuhkan kemudian tambahkan susu formula sesuai takaran.
9.    Ahli gizi operasional katering mengaduk sonde hingga larut dalam air, menuang dan menyaring sonde ke dalam gelas sonde.
10.  Ahli gizi operasional katering menutup sonde dengan plastik wrap.
11.  Ahli gizi operasional katering memberi label pada bagian atas plastik wrap.
12.  Ahli gizi operasional katering membersihkan tempat pembuatan sonde beserta peralatan sonde.
13.  Ahli gizi operasional katering mencuci peralatan sonde dengan sabun cair.
14.  Ahli gizi operasional katering menggunakan busa lembut untuk membersihkan bagian dalam gelas ukur dan sikat botol untuk membersihkan gelas ukur agar sisa susu yang melekat bisa dibersihkan
15.  Ahli gizi operasional katering membilas peralatan sonde dengan air bersih yang mengalir.
16.  Sonde yang siap dikonsumsi segera diberikan kepada pasien sesuai identitas label.
17.  Sonde yang siap dikonsumsi maksimal 15 menit diantar sebelum waktu minum sonde yang telah ditentukan untuk pasien.
Unit terkait
Ahli gizi operasional katering






STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)
PEMBUATAN SONDE DENGAN FORMULA RUMAH SAKIT (FRS)
UNTUK PASIEN GIZI BURUK

Pengertian
Kegiatan atau proses pembuatan sonde untuk pasien gizi buruk.
Tujuan
Menghasilkan sonde yang higienis dan layak dikonsumsi untuk pasien.
Kebijakan
1.    Sonde dibuat dengan proses dan alat yang higienis.
2.    Sonde dibuat sesuai volume cairan dan takaran susu formula.
3.    Sonde dapat masuk ke lambung pasien melalui oral, pipa atau enteral (Naso Gastric Tube) dan bolus atau drip (tetes).
Prosedur
1.    Pembuatan sonde maksimal 30 menit sebelum waktu minum sonde yang telah ditentukan untuk pasien.
2.    Ahli gizi operasional katering memakai Alat Pelindung Diri (APD) seperti masker.
3.    Ahli gizi operasional katering membersihkan permukaan meja yang akan digunakan untuk menyiapkan susu formula.
4.    Ahli gizi operasional katering mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir, kemudian keringkan dengan lap bersih.
5.    Ahli gizi operasional katering membilas peralatan sonde (saringan, gelas ukur, sendok dan gelas sonde) dengan air hangat yang mengalir sebelum dipakai.
6.    Peralatan bersih yang siap pakai tidak boleh dipegang di bagian yang dapat berkontak langsung dengan anggota tubuh.
7.    Ahli gizi operasional katering menyiapkan air panas ± 70ºC dan bahan formula rumah sakit yang akan diseduh seperti susu skim, gula pasir, minyak sayur dan larutan elektrolit dengan jumlah yang telah ditentukan sesuai pesanan sonde.
8.    Ahli gizi operasional katering mencampur semua bahan formula hingga gula pasir mencair kemudian menuang air panas ke dalam gelas ukur sesuai volume yang dibutuhkan.
9.    Ahli gizi operasional katering mengaduk sonde hingga larut dalam air, menuang dan menyaring sonde ke dalam gelas sonde.
10.  Ahli gizi operasional katering menutup sonde dengan plastik wrap.
11.  Ahli gizi operasional katering memberi label pada bagian atas plastik wrap.
12.  Ahli gizi operasional katering membersihkan tempat pembuatan sonde beserta peralatan sonde.
13.  Ahli gizi operasional katering mencuci peralatan sonde dengan sabun cair.
14.  Ahli gizi operasional katering menggunakan busa lembut untuk membersihkan bagian dalam gelas ukur dan sikat botol untuk membersihkan gelas ukur agar sisa susu yang melekat bisa dibersihkan
15.  Ahli gizi operasional katering membilas peralatan sonde dengan air bersih yang mengalir.
16.  Sonde yang siap dikonsumsi segera diberikan kepada pasien sesuai identitas label.
17.  Sonde yang siap dikonsumsi maksimal 15 menit diantar sebelum waktu minum sonde yang telah ditentukan untuk pasien.
Unit terkait
Ahli gizi operasional katering

  


STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)
PENCUCIAN ALAT

Pengertian
Kegiatan membersihkan atau mencuci alat makan pasien dari sisa makan pasien.
Tujuan
Alat makan yang digunakan pasien bersih dari sisa makanan dan terbebas dari penyakit infeksi.
Kebijakan
Alat makan pasien bersih dan steril.
Prosedur
1.    Pisahkan peralatan makan infeksius dan non infeksius.
2.    Pencucian alat makan (piring, sendok, plato) terpisah dengan gelas dan tutup gelas.
3.    Alat makan infeksius:
a.    Bersihkan peralatan makan dari sisa makanan dan dibuang ke tempat sampah.
b.    Siram dengan air mengalir.
c.    Rendam dengan larutan chorine selama 30 menit.
d.    Peralatan makan dicuci dengan sabun cuci piring.
e.    Peralatan makan dibilas dengan air bersih dan mengalir.
f.     Rendam dengan air panas ± 30 menit.
g.    Keringkan dengan sinar matahari sebelum disusun pada rak alat makan.
4.    Alat makan non infeksius:
a.    Bersihkan peralatan makan dari sisa makanan dan dibuang ke tempat sampah.
b.    Peralatan makan disiram dengan air mengalir.
c.    Peralatan makan dicuci dengan sabun cuci piring.
d.    Peralatan makan dibilas dengan air bersih dan mengalir.
e.    Peralatan makan dibilas dengan air panas.
f.     Peralatan makan disusun pada rak alat makan.
Unit terkait
Pramusaji



STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)
PENERIMAAN MAKANAN SIAP SAJI / MAKANAN JADI

Pengertian
Suatu proses kegiatan mengecek, mengicipi, mencatat, memutuskan dan melaporkan waktu penerimaan makanan, macam dan jumlah serta spesifikasi makanan diit menurut pesanan.
Tujuan
Pesanan bahan makanan diterima dalam macam, jumlah serta spesifikasi yang disepakati, sesuai dengan waktu permintaan pesanan.
Kebijakan
1.    Waktu kedatangan makanan siap saji harus sesuai jadwal kedatangan.
2.    Menu makanan harus sesuai dengan siklus menu, spesifikasi jenis diit dan layak didistribusikan ke pasien.
3.    Berat lauk hewani dan nabati harus sesuai standar porsi.
Prosedur
1.    Ahli gizi operasional katering mencatat waktu kedatangan makanan siap saji / makanan jadi.
2.    Ahli gizi operasional katering mengecek kesesuaian menu makanan dengan siklus menu.
3.    Ahli gizi operasional katering mengecek tekstur, warna, aroma, tampilan rasa dan suhu makanan sesuai spesifikasi makanan diit.
4.    Ahli gizi operasional katering menimbang berat lauk hewani dan nabati kemudian dibandingkan dengan standar porsi menggunakan timbangan.
5.    Jika makanan yang dikirim oleh katering tidak sesuai spesifikasi makanan diit, ahli gizi operasional menghubungi ahli gizi produksi katering bahwa makanan ditukar dengan makanan baru.
6.    Makanan tersebut dikembalikan dan ditukar melalui sopir katering yang mengantar makanan.
7.    Jika makanan baru datang, ahli gizi operasional katering mengulang dari tahap satu diatas.
8.    Ahli gizi operasional katering menyiapkan makanan untuk test food dan diserahkan ke petugas piket instalasi gizi.
9.    Ahli gizi operasional katering mencatatan dan melaporkan dari hasil dan evaluasi  penerimaan makanan di form penerimaan makanan siap saji.
Unit terkait
Ahli gizi operasional katering.
  
STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)
PERSIAPAN SNACK

Pengertian
Kegiatan persiapan snack sebelum dilakukan proses distribusi ke pasien.
Tujuan
Mengemas snack dan pemberian label sebelum dilakukan proses distribusi.
Kebijakan
1.    Snack harus layak konsumsi bagi pasien.
2.    Label snack harus sesuai nama, ruang dan diit pasien.
3.    Pemberian label snack harus sesuai dengan macam snack diit masing-masing.
Prosedur
1.    Ahli gizi operasional katering mengecek tampilan, tekstur, aroma dan rasa snack.
2.    Ahli gizi operasional katering menimbang berat snack menggunakan timbangan dan dibadingkan dengan berat standar snack.
3.    Jika snack yang dikirim oleh katering tidak layak konsumsi dan tidak sesuai berat standar snack, ahli gizi operasional menghubungi ahli gizi produksi katering bahwa snack ditukar dengan snack baru.
4.    Snack tersebut dikembalikan dan ditukar melalui sopir katering.
5.    Jika snack baru datang, ahli gizi operasional katering mengulang dari tahap satu diatas.
6.    Ahli gizi operasional katering menyiapkan snack untuk tester snack dan diserahkan ke petugas piket instalasi gizi.
7.    Ahli gizi operasional katering mencatatan dan melaporkan dari hasil dan evaluasi  penerimaan snack di form penerimaan snack.
8.    Ahli gizi operasional katering merekap snack sesuai pesanan diit pasien.
9.    Ahli gizi operasional katering dibantu pramusaji untuk mengemas, memberi label dan menata snack sesuai bangsal.
10.  Ahli gizi operasional katering mendampingi petugas piket instalasi gizi untuk mengecek kesesuaian snack dengan diit pasien.
Unit terkait
1.    Ahli gizi operasional catering.
2.    Pramusaji.